Dosen : Maman Suherman
JURNALIS. Salah satu profesi yang dituntut
setiap saat untuk meliput berbagai peristiwa di sekitarnya. Dengan segala jiwa
dan raga, banyak dari mereka yang nekat untuk meliput ke berbagai lokasi yang
bahkan telah dilabeli sebagai zona konflik. Ya, mereka seringkali melupakan
keselamatan diri demi sebuah berita.
Sudah banyak jurnalis kita yang
pernah disekap di zona konflik bahkan hingga meninggal dunia. Sebenarnya,
mereka bisa dibilang sebagai pahlawan kita. Pahlawan dengan jasa informasi yang
dicarinya demi pengetahuan khalayak.
walau cuaca sangat ekstrim, sang jurnalis tetap setia untuk memberikan berita bagi khalayak |
Namun, banyak juga jurnalis ‘abal-abal’
yang asal memberikan berita tanpa berpedoman pada kaedah jurnalistik. Sebenarnya, ada empat pedoman yang harus
mereka lakukan ketika melakukan pencarian berita. Yaitu :
1. IDE
Mereka harus mencari ide dalam
sebuah penulisan. Gaya penulisan harus disesuaikan dengan media dimana mereka
bekerja. Untuk jurnalis dari portal berita, tentu saja mereka dituntut menulis
dengan gaya formal. Berbeda dengan jurnalis infotainment yang menggunakan
bahasa sehari-hari dan santai.
2. DATA
Seorang jurnalis harus banyak
mencari data yang terkait dengan data yang mereka dapatkan langsung dari
narasumber. Apalagi di era digital seperti ini, tentu saja mereka tidak terlalu
bersusah payah untuk mencara data karena telah ada mesin pencari seperto
Google. Data yang diperoleh pun harus sebisa mungkin berasal dari orang yang
dapat dipercaya agar tidak menyesati khalayak nantinya.
3. VERIFIKASI
Ujilah tentang kebenaran data dan
informasi yang didapat. Jurnalis yang baik adalah mereka yang menyebarkan
informasi yang benar dan tidak menyesatkan.
4. KONFIRMASI
Segeralah melakukan konfirmasi
kepada narasumber. Siapa tahu ada data dan informasi yang salah diberikan
olehnya.
Menurut Maman Suherman, seorang
jurnalis seharusnya memiliki 2 komitmen penting. Pertama, mereka harus mencari
informasi yang memang untuk kepentingan publik. Misalnya, tentang arus mudik,
kondisi jalan raya, dan lainnya.
Kedua, jurnalis dituntut untuk membuat orang semakin cerdas.
Bukan tambah bodoh. Sehingga mereka harus membuat informasi yang memiliki ilmu
dan pengetahuan baru bagi khalayak. Sehingga, negara ini bisa lebih baik lagi.
Sayangnya, di lapangan banyak jurnalis yang tidak memegang
teguh pedoman yang ada. Banyak dari mereka yang malah membuat khalayak semakin bodoh
dan tertipu. Kita lihat saja, kini semakin banyak program acara infotainment
yang sebenarnya tidak penting bagi kehidupan kita. Untuk apa kita mengetahui
keseharian orang lain? Apakah hal itu dapat membuat kita pintar? Tentu saja
tidak. Hal itu malah dapat membuat kita memiliki diri yang selalu ingin tahu
urusan orang lain. Belum lagi di dalam infotainment lebih banyak pemberitaan
yang negatif daripada positifnya. Perkelahian, perceraian, adalah hal yang
biasa disiarkan oleh mereka. Tentunya, hal ini dapat mengakibatkan khalayak
mengikuti apa yang dilihat dan didengarnya, terlebih jika yang mengawali
kegiatan negatif itu adalah publik figure yang mereka idolakan. Bisa saja
banyak dari para idolanya yang mengikuti.
Kini pun telah banyak jurnalis yang hobi untuk menyiarkan
berita bohong. Seperti yang kita tahu, di televisi telah banyak bermunculan
program yang berbau investigasi. Hal inilah yang mendorong mereka untuk membuat
berita bohong yang dapat membuat khalayak gempar. Padahal jika kita jeli,
bagaimana bisa seorang jurnalis melakukan investigasi dengan kamera tersembunyi
yang memiliki gambar jernih? Sungguh hal yang mustahil. Dan ternyata benar, itu
hanyalah akal-akalan mereka saja. Mungkin demi mengejar rating.
Jika kita membicarakan soal jurnalis, tentu saja kita tidak
bisa terlepas dari medianya. Sayangnya, media kini telah banyak digunakan untuk
kepentingan para pemiliknya. Seperti yang kita tahu, bahwa konglomerasi media
di Indonesia telah banyak yang lahir dan memiliki berbagai macam bentuk
medianya. Padahal di dalam Undang-Undang Penyiaran Pasal 11, segala kepentingan
itu dilarang. Contoh kepentingan dari mereka adalah ketika satu stasiun TV Swasta
menyiarkan acara partai yang diketuai oleh pemilik medianya sendiri. Tentu saja
hal ini berarti media dimanfaatkan untuk kepentingan politik. Belum lagi di
dalam stasiun televisi swasta lainnya yang selalu berujar kebaikan soal kasus
lumpur Lapindo. Hal ini tentu saja dilakukan untuk menjaga pencitraan pemilik
media tersebut yang juga sebenarnya harus bertanggung jawab atas kasus itu.
Inilah cermin jurnalis dan media di Indonesia. Lalu,
siapakah yang sebenarnya harus disalahkan?
Sumber foto :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar